
Mr. Alexander A. Maramis
Mr. Alexander A. Maramis, Menteri Luar Negeri RI pada periode 19 Desember 1948 - 13 Juli 1949, lahir di Manado, pada tanggal 20 Juni 1887.
Semasa remaja beliau bersekolah di ELS (European Elementary School), pada tahun 1911. Pada tahun 1918, beliau melanjutkan sekolah ke HBS dan kuliah di Fakultas Hukum, Universitas Leiden, Belanda, lulus dengan gelar "Meester in de Rechten" (Mr) pada tahun 1924.
Di masa remajanya beliau menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tahun 1945, bersama rekan seperjuangan lainnya antara lain Ir. Soekarno dan Mr. Ahmad Subardjo.
Pada saat Belanda melancarkan Agresi militer ke II, beliau ditunjuk menjadi Menteri Luar Negeri Pemerintah Darurat RI (PDRI) yang berkedudukan di New Delhi, India. Semasa hidupnya Beliau pernah juga menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Filipina, Jerman Barat dan Rusia.
Surat Kuasa ditanda tangani oleh Drs.Muhammad Hatta dan Haji Agus Salim karena pada waktu itu Presiden Republik Indonesia Presiden Sukarno tanggal 19 Desember 1948 telah ditangkap oleh tentara Belanda. Segera setelah menerima telepon bahwa Presiden Sukarno sudah ditangkap oleh tentara Belanda Wakil Presiden langsung mengadakan sidang kabinet khusus (rapat kilat) yang menghasilkan Surat Kuasa yang berbunyi sebagai berikut:
“KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMBERITAHUKAN BAHWA PADA HARI MINGGU TANGGAL 19 DESEMBER 1948 JAM 6 PAGI BELANDA TELAH MEMULAI SERANGANNYA ATAS IBU KOTA JOKYAKARTA JIKA DALAM KEADAAN PEMERINTAHAN TIDAK DAPAT MENJALANKAN KEWAJIBAN LAGI, KAMI MENGUASAKAN KEPADA Mr.SYAFRUDDIN PRAWIRANEGARA, MENTERI KEMAKMURAN, UNTUK MEMBENTUK PEMERINTAHAN DARURAT REPUBLIK INDONESIA DI SUMATERA”.
Jokyakarta 19 Desember 1948
WAKIL PRESIDEN MENTERI LUAR NEGRI
MOH. HATTA AGUS SALIM
Selanjutnya yang untuk Dr. Sudarsono berbunyi :
PRO. Dr. SUDARSONO- PALLAR- Mr. MARAMIS NEW DELDI :
“KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMBERITAHUKAN BAHWA, PADA HARI MINGGU TANGGAL 19-12-1948 JAM 6 PAGI BELANDA TELAH MEMULAI SERANGANNYA ATAS IBUKOTA JOKYAKARTA, JIKA ICHTIAR Mr. SYAFRUDDIN PRAWIRA NEGARA UNTUK MEMBENTUK PEMERINTAHAN DARURAT DI SUMATERA TIDAK BERHASIL, KEPADA SAUDARA-SAUDARA DIKUASAKAN UNTUK MEMBENTUK EXILE GOVERNMENT (PEMERINTAHAN PELARIAN) REPUBLIK INDONESIA DI INDIA. HARAP DALAM HAL INI BERHUBUNGAN DENGAN SYAFRUDDIN PRAWIRANEGARA DI SUMATERA, JIKA HUBUNGA TIDAK MUNGKIN HARAP DIAMBIL TINDAKAN SEPERLUNYA”.
Jokyakarta, 19 Desember 1948
WAKIL PRESIDEN MENTERI LUAR NEGRI
http://kerabatciwa.blogspot.com/2008/10/penyusunan-kembali-sejarah-pdri-di.html
Bersama Dr. Mohammad Hatta, Mr. Sunarjo, Mr. Achmad Soebardjo dan Mr. A.G. Pringgodigdo, beliau termasuk dalam "Panitia Lima" yang ditugaskan Pemerintah untuk merumuskan Pancasila.
Menkeu Pertama pun Harus Cari Devisa Sendiri........ klik
Di Halaban, Sumatera Barat, Mr Syafrudin Prawiranegara memproklamasikan PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) untuk melanjutkan perjuangan. Maramis diangkat sebagai menteri luar negeri merangkap menteri keuangan berkedudukan di New Delhi, India.
Mulailah suatu episode menarik dalam kehidupan Maramis. Ketika Maret hingga Agustus 1948, dia melaksanakan perdagangan candu (opium trade) ke luar negeri atas perintah Wapres Hatta akhir Februari 1948.
Bersama L.N. Palar, dia menghadiri sidang Dewan Keamanan PBB di Paris yang memperdebatkan agresi militer Belanda terhadap RI.
Dia hadir di Konferensi Pan Asia mengenai Indonesia di New Delhi awal Januari 1949.
Dia pergi ke New York membicarakan dengan Palar dan dr Soemitro Djojohadikusumo kontrak kerja sama ekonomi RI dengan Matthew Fox Concern.
Maramis menjabat Dubes di Bonn, Jerman Barat (1954), dan di Moskow serta Finlandia (1958).
Bersama istrinya, Beth, dia tinggal di Lausanne, Swiss, setelah pensiun.
Karena sakit-sakitan, dia dijemput oleh sebuah panitia yang dibentuk Presiden Soeharto untuk balik ke tanah air.
Dia tinggal di Wisma Pertamina, Jakarta, atas biaya negara dan meninggal dunia di sana dalam usia 80 tahun.
Peran Mr Maramis dalam aksi kedua militer Belanda, suatu periode yang gawat dalam sejarah NKRI, tidak selalu diketahui oleh orang Indonesia zaman globalisasi sekarang. Seperti triumvirat Soekarno-Hatta-Sjahrir pada awal Revolusi, Maramis telah menjadi orang yang dilupakan.
Tapi, tahukah Anda bahwa Belanda yang notabene musuh RI di masa tersebut mempunyai pandangan khusus tentang diri Maramis? Belanda mengatakan tentang adanya een daakdrachtige Minister van Buitenlandse Zaken en Financien in New Delhi, seorang Menlu dan Menkeu yang bertindak tegas, tidak ragu-ragu. Itulah Maramis, menurut penilaian Belanda.
Bahkan sampai saat ini Republik Ini/Indonesia mengangap beliau
BUKAN PAHLAWAN NASIONAL, apakah karena alasan RASIAL...???.
Sementara banyak yang di beri predikat pahlawan nasional perlu dipertanyakan ada yang perna melakukan genoside ....
Selanjutnya (rekor muri....).............
Maramisnomics Berbasis Otonomi Kabupaten/Kota
Solusi Atas “the great depression 2009”
Bencana Depresi Besar 2009
PROLOG
Jika tidak ditangani secara tepat, krisis keuangan akan menjelma menjadi krisis kemanusiaan di kemudian hari. Keresahan sosial dan ketidakstabilan politik akan meningkat, memperparah persoalan lainnya. Bahayanya, sebuah rangkaian krisis satu sama lain saling menghantam dengan potensi menghancurkan semua pihak.Demikian peringatan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon di Doha, Qatar, pada konferensi ekonomi dan pembangunan yang disponsori PBB, 29 November 2008 sebagai LAPORAN AKHIR TAHUN INTERNASIONAL dengan judul “Dunia Memasuki Tahun 2009 yang Kelam”
(http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/05/05430269/dunia.memasuki.tahun.2009.yang.kelam) Selanjutnya...........
MARAMISNOMICS ”The Other Way”
PENJELASAN TEORITIS SEBAB TERJADI & SOLUSI
“The great depression 2009”
Ada apa dengan Ekonomi Dunia?. Pertanyaan seharusnya adalah, ada apa dengan kapitalisme globa?. Karena untuk bisa mendapatkan solusi yang tepat guna, haruslah diketahui dulu kenapa persoalan itu terjadi. Banyak analisis terkait dengan kehancuran pasar finansial, mulai dari kebijakan defisit AS, kebijakan suku bunga rendah di era Greenspan, keserakahan elit politik, kegiatan spekulatif para petinggi perusahaan, seperti dilakukan Dick Fuld, CEO Lehman Brothers, tingginya biaya program politik luar negeri, manipulasi laporan keuangan dan lain-lain. Selanjutnya.......

